Assalamualaiakum wbt..
Kami ingin kongsikan sebuah cerita yang mungkin akan membuatkan kita semua mengenang kembali siapa yang dimaksudkan dengan Nabi Muhammad saw dan apa yang kita lakukan ke atas tinggalan agama dan ajarannya.Jom baca bersama-sama.
Kami ingin kongsikan sebuah cerita yang mungkin akan membuatkan kita semua mengenang kembali siapa yang dimaksudkan dengan Nabi Muhammad saw dan apa yang kita lakukan ke atas tinggalan agama dan ajarannya.Jom baca bersama-sama.
Ada
sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah
melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara
terbatas memberikan kutbah:
"Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati
dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur'an dan
sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
"Rasulullah
akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia
tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu
semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang
berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu,
seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari
kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba
dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian
ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada
Fatimah,
"Siapakah
itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali
ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu,
Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah.
Fatimah
pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian
dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut
ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara
yang amat lemah.
"Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau
tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril,
betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah
terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah
kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah
yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar
kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan
lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku."Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan
sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa
malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu."
Di
luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya
ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii,
ummatii, ummatiii?" – "Umatku, umatku, umatku"
Dan,
berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita
mencintai sepertinya?
Allahumma
sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa
cintanya Rasulullah kepada kita.
Semoga
kita hargai segala pengorban Rasulullah SAW
semuga
kita di kalangan umat nya yg terpilih melihat wajahnya yang bercahaya di akhirat
kelak. Berselawat lah tatkala mendengar namanya.
sekian
wassalam
sekian
wassalam
No comments:
Post a Comment