Wednesday 24 February 2016

Ibrahim Bin Adham dengan Pemuda Berdosa

     Suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tidak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham " Wahai tuan guru, aku seorang yang banyak dosa yang rasanya tidak mungkin dapat keluar dari lembah maksiat. Tetapi, tolong ajari aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini."




     Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kamu boleh selalu berpegang pada lima hal ini, nescaya kamu akan dijauhkan daripada segala perbuatan dosa dan maksiat. 
Pertama, jika kamu masih hendak berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar jangan sampai Allah melihat perbuatanmu itu." 

     Pemuda itu terangkuh, "Bagaimana mungkin, tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa sahaja yang diperbuat oleh siapa pun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan bersendirian, di dalam bilik yang gelap, bahkan di dalam lubang semut pun."

     "Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmy ialah jiran tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Lalu mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat?"
Pemuda itu lalu tertunduk dan berkata, "Katakanlah yang kedua tuan guru!"

     " Kedua, jika kamu masih hendak berbuat dosa dan maksiat, maka jangan sekali-kali kamu makan rezeki Allah." Pemuda itu kembali terangkuh, " Bagaimana mungkin, tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah daripada Allah semata-mata? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah daripada Allah jua."

    Ibrahim bin Adham menjawab, "Wahai anak muda, masih patutkah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya? Kalau kamu tumpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk terus makan makanannya?" Pemuda itu menjawab, "Sekali-kali tidak! Katakanlah yang ketiga tuan guru."

     " Ketiga, kalau kamu masih hendak berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah." Orang muda itu tersentak, "Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, tuan guru? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milikNya juga?"
     
     Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, tumpang makan semua miliknya, adakah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan peraturan-peraturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?"
Pemuda itu kembali terdiam, air mata menitis perlahan dari kelopak matanya lalu berkata, "Katakanlah yang keempat tuan guru."

    "Keempat, jika kamu masih hendak berbuat dosa dan maksiat, dan suatu ketika malaikat maut datang untuk mencabut nyamamu sebelum kamu bertaubat, tolaklah ia dan janganlah biarkan nyawamu dicabut."

     Pemuda itu menjawab, "Bagaimana mungkin tuan guru? Bukankah tidak ada seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?" 
Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terfikir olehmu, jika suatu ketika malaikat maut itu datang justeru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya?"
Air mata menitis semakin deras dari kelopak mata pemuda tersebut, kemudian berkata, "Wahai tuan guru, katakanlah hal yang kelima."
     
     "Kelima, jika kamu masih hendak berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justeru kerika sedang melakukan dosa, maka janglah mahu kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu dapat bertaubat dan menampal dosa-dosamu itu."
Pemuda itupun berkata, "Bagaimana mungkin seseorang boleh minta kesempatan hidup lagi, tuan guru? Bukankah hidup hanya sekali?" 

       Ibrahim bin Adham pun lalu berkata, "Oleh sebab hidup hanya sekali anak muda, dan kita tidak pernah tahu bila maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan mensia-siakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?"

     Pemuda itu pun langsung pucat, dan dengan suara parau menahan ledakan tangis ia mengiba,"Cukup, tuan guru, aku tidak sanggup lagi mendengarnya." Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang ramai yang mengenalinya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh daripada perbuatan-perbuatan tercela. 

         Semoga kisah ini menjadi renungan bagi kita bersama dalam menapaki setiap langkah kita selagi hidup di dunia yang sementara ini. 


Hasil petikan daripada buku 1 Hari 1 Inspirasi oleh Ustaz Abdullah Khairi

No comments:

Post a Comment